Rabu, 19 Februari 2014

Label:

Jumat, 13 Agustus 2010

Be My Lady by Martin Nievera

Rabu, 14 Oktober 2009

Beri dan Segera Lupakan


Dalam kehidupan sehari-hari, sangat mungkin Tuhan menempatkan kita untuk hidup di tengah lingkungan yang bisanya cuma menuntut. Jika kebetulan anda seorang karyawan, coba amati berapa banyak kawan anda yang setiap hari menuntut supaya perusahaan menaikkan gaji setiap bulan. Dalih yang mereka kemukakan seolah-olah benar seperti inflasi yang terus melaju atau harga kebutuhan sehari-hari yang terus merangkak naik.

Masih di lingkungan tempat kerja, berapa banyak bawahan yang menuntut supaya atasan memerhatikan mereka. Sebaliknya berapa banyak atasan yang menuntut supaya bawahannya berprestasi dan kreatif namun tidak pernah memikirkan reward buat mereka. Padahal atasan yang cuma menepuk pundak bawahannya yang berprestasi sudah lebih dari cukup. Tapi celakanya hal ini jarang dilakukan oleh banyak atasan di perusahaan apapun.

Dalam kehidupan keluarga dan berorganisasi pun demikian. Banyak istri yang menuntut supaya suaminya jangan menyeleweng, namun sang istri tidak pernah memberikan sesuatu bagaimana supaya sang suami tidak menyeleweng. Sebaliknya banyak suami yang menuntut agar istrinya mengerti, namun yang bersangkutan tidak pernah memberikan sesuatu bagaimana supaya sang istri penuh pengertian.

Jika kita mengerjakan sesuatu kita selalu bertanya, apa yang saya dapatkan dari pekerjaan yang telah saya lakukan? Seperti apa jadinya jika semua orang bertanya seperti itu? Dunia akan segera berputar 180 derajat jika pertanyaan itu kita balik, "Apa yang bisa saya berikan."

Mengajukan pertanyaan seperti itu kita perlukan, sebab kenyataannya sekarang ini orang selalu ingin diberi, dilayani, mendapat kasih sayang, disukai, diperhatikan, dan sebagainya. Sering kita menuntut seperti itu, karena pikiran bawah sadar kita sudah terpola seperti itu.

Sudah saatnya paradigma lama seperti itu kita ubah dengan paradigma baru, yaitu: "saya dicintai karena mencintai. Saya diberi karena memberi." Jangan bertanya, "saya mendapatkan apa," tapi bertanyalah, "apa yang bisa saya berikan." Jadilah manusia "sebab" bukan manusia "akibat."

Jika kita sudah bisa menjadi manusia "sebab", sebaiknya apa yang sudah kita lakukan jangan sampai orang lain tahu. Dengan kata lain, kita tidak perlu gembar-gembor ke sana kemari. Setelah kita memberi, segera lupakan. Oleh sebab itu belajarlah memberi kepada orang lain di mana orang itu tidak bisa membalas apa yang sudah kita berikan. "Kalau anda bangga karena telah mampu memberi, simpan saja di dalam hati."

Dalam kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin ada orang lain yang kemudian memanfaatkan sikap kita yang suka memberi. Jika kita dihadapkan pada kenyataan seperti ini, apa yang sudah kita lakukan berarti memberikan dampak positif. Kita layaknya bersuka cita jika pemberian kita bermanfaat atau dimanfaatkan orang lain, jangan berpikir sebaliknya. Dasar memberi adalah cinta. Pemberian tidak akan pernah sirna, setidaknya energi memberi akan tetap lestari. Cepat atau lambat kita akan merasakan dampak positif dan luar biasa dari tindakan tindakan memberi yang kita lakukan. Silakan anda coba!

Label:

Selasa, 13 Oktober 2009

Saat Kita Semakin Menua


Kita pasti menua. Semua orang akan mengalaminya, karena ini merupakan proses biologis. Meskipun proses menua pasti akan dialami oleh manusia,kita tidak punya andil dalam proses penuaan kita, sebab hal ini sudah terjadi dengan sendirinya.

Usia manusia dewasa ini semakin pendek, tidak seperti zaman para nabi yang usianya hingga ratusan tahun, Di zaman modern sekarang ini memang ada manusia yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun, namun jumlahnya terbatas.

Karena dalam pertambahan usia, manusia tidak punya andil maka ada pandangan yang mengatakan mengucapkan selamat ulang tahun kepada seseorang yang usianya bertambah tidaklah tepat, sebab pertambahan usia datang dengan sendirinya. Tanpa harus berprestasi siapapun dia, usianya pasti bertambah.

Kita pasti menua. Namun dengan bertambahnya usia tidak otomatis kita menjadi manusia dewasa. Untuk menjadi dewasa diperlukan sebuah perjuangan. Oleh sebab itu kita punya andil dalam proses menjadi dewasa, sebab dewasa adalah pilihan. Usia kita secara fisik bertambah, namun kita diberi kebebasan untuk memilih, menjadi dewasa seiring bertambahnya usia atau mau tetap menjadi anak-anak.

Persoalannya bagaimana kita mengetahui bahwa diri kita telah menjadi dewasa atau masih anak-anak? Ciri manusia yang belum dewasa adalah apabila dia selalu menunjuk keluar dari dirinya atau tertuju kepada orang lain. Seperti halnya anak-anak, jika mereka berbuat salah selalu berusaha menyalahkan orang lain.

Jika kita bermental seperti anak-anak, maka sebenarnya kita tidak berdaya atas diri kita sebab kita terlalu dikuasai oleh pihak luar. Tanpa kita sadari ketika kita menunjuk orang lain manakala kita berbuat salah, maka ketergantungan kita kepada orang lain menjadi besar. Padahal karakter seorang dewasa adalah apabila dia bisa menunjuk dirinya sendiri jika berbuat salah, dan tidak melempar kesalahan itu kepada orang lain.

Oke sobat... marilah kita renungkan apakah anda telah dewasa seiring dengan pertambahan usia anda yang pada akhirnya anda pasti menua? Sebab kedewasaan tidak diukur dari umur, tetapi dari penerimaan tanggung jawab.

Label:

Sabtu, 03 Oktober 2009

Perubahan bukanlah suatu perubahan sampai terjadi perubahan



Semakin Anda membangun kehidupan anda berdasarkan prinsip, jalan anda semakin lurus, hidup anda semakin tinggi dan berhasil.

Pemenang bukanlah mereka yang tidak pernah gagal, melainkan mereka yang tidak pernah berhenti mencoba.

Label:

Minggu, 27 September 2009

Karyawan atau Wiraswastawan?


Kalau kita tanyakan kepada fresh graduate yang baru bekerja, kenapa sih kamu bekerja di perusahaan ini? maka sebagian besar akan menjawab, ya... yang penting gue kerja dulu. Dapat duit dan bisa beli ini beli itu. Motivasinya adalah uang, Ok-lah... masih bisa dimaklumi!

Tapi kita coba tanyakan kepada mereka yang sudah bekerja sekian lama terus pindah kerja lagi, kenapa sih kamu pindah kerja ke perusahaan itu? Bukannya perusahaan ini sudah bagus untuk kamu! Begitulah, sebagian besar jawabannya adalah karena di perusahaan baru gajinya lebih besar atau jabatannya naik. Sebagian lagi menjawab karena sudah gak cocok dengan perusahaan lama atau sama boss-nya.

Inilah pola pikir kebanyakan pekerja atau karyawan sekarang ini. Pemikiran yang salah sama sekali. Lho koq salah? Begini ceritanya.

Kita diciptakan Tuhan dengan maksud tertentu. Karena itu kita dibekali bakat atau talenta yang berbeda-beda yang baru berupa potensi. Potensi ini kalau dilatih terus dengan tekun dapat membentuk kemampuan (ability) seseorang.

Dengan kemampuan saja masih belum cukup! Orang memerlukan hikmat agar orang bekerja dengan attitude yang baik, rajin, jujur, disiplin dan seterusnya. inilah cikal bakal keberhasilan kita hidup di dunia ini.

Apa itu keberhasilan? Apa itu sukses? Bagi saya sukses adalah pencapaian seseorang terhadap tujuan yang telah Tuhan tetapkan buat hidupnya. Kunci keberhasilan bukannya berapa banyak uang atau harta yang kita kumpulkan. Kunci keberhasilan berawal dari pengenalan kita terhadap rencana Tuhan bagi hidup kita, lalu mengarahkan segenap potensi kita kepada rencana tersebut agar mencapai puncak tertinggi tujuan Tuhan. Inilah letak keberhasilan sekaligus kebahagiaan hidup kita!

Jika kita mengerti hal ini maka untuk menjawab pertanyaan pada judul tulisan ini menjadi lebih mudah. Lebih baik menjadi karyawan atau berwiraswasta?

Pertama saya akan membahas dahulu tentang berwiraswasta. Untuk berwiraswasta seseorang harus memiliki 3 hal kunci yaitu inspirasi, motivasi dan kepekaan (sensibility). Karena itu pengusaha harus mempunyai inspirasi yang muncul dalam bentuk sebuah visi. Kemampuan melihat sebuah kesempatan, ide-ide spesifik yang belum ada di marketplace.

Pengusaha harus punya motivasi dengan semangat pantang menyerah dalam mengembangkan strategi untuk merealisasikan visinya, lalu dengan penuh tanggung jawab membuatnya jadi sukses. Selain itu juga harus punya kepekaan, berani ambil resiko. Karena itu pengusaha haruslah orang yang berpikir positif dan seorang pengambil keputusan.

Nah, apakah anda memiliki karakteristik di atas? jika tidak lebih baik anda bekerja menjadi karyawan saja, tidak salah juga sih. Sebab untuk bekerja menjadi karyawan paling tidak kita harus memiliki 3 kartu AS yaitu : kerja cerdAS - kerja kerAS - kerja tuntAS. Apakah anda memiliki ketiga hal ini?

Kalau kita bandingkan antara karakteristik pengusaha dan karyawan, tidak ada yang gampang. Pengusaha punya kesulitan sendiri, begitu juga karyawan. Jadi masalahnya kembali bukan pada pilihan itu. Tapi pada panggilannya. What is your calling?

Sebab yang penting bukan menjadi karyawan atau wiraswastawan, tapi yang penting adalah apakah pekerjaan kita itu merupakan jalan untuk menggenapkan rencana Tuhan melalui hidup kita atau tidak? Andalah yang dapat memutuskannya sendiri.

Semoga blog post ini bisa menjadi pencerahan buat anda yang membacanya.

Terima Kasih!

Label:

Jangan Lupa Diri




Kesuksesan dan kemakmuran mengikat manusia kepada dunia. Manusia merasa mengejar kesuksesan dan kemakmuran sebagai suatu proses dalam hidup untuk menemukan tempatnya dalam dunia. Padahal sebenarnya dunialah yang sedang mencuri tempat dalam hatinya.

Di dunia ini kesuksesan dan kemakmuran seseorang umumnya diukur dengan kemapanan pekerjaan dan besar kecilnya penghasilan. Untuk mencapai hal-hal itu, sering kali kita sudah sudah berencana sejak kecil dengan belajar rajin dan bekerja keras agar dapat masuk ke sekolah unggulan, universitas favorit, dan akhirnya perusahaan yang besar yang bergengsi.

Ditambah dengan persaingan yang semakin hari semakin ketat, kita pun belajar lebih rajin lagi dengan mengikuti kursus ini dan kursus itu tiada habisnya. Memacu diri dengan bekerja lembur, menghadiri malam-malam networking guna mencari peluang bisnis, dan sebagainya.

Pekerjaan yang mapan dan penghasilan yang besar tentu bukan sesuatu yang buruk. Akan tetapi, kita harus sangat berhati-hati saat berusaha mencapai prestasi dan penghasilan yang mapan. Jangan biarkan diri kita menjadi sangat terikat pada hal-hal tersebut, sebab keberadaan kita di dunia hanya sementara waktu. Usia manusia mungkin enam puluh tahun, dan jika kuat mungkin tujuh puluh tahun. Jadi kita tak boleh berusaha terlalu keras atau merasa terlalu nyaman di dunia sampai lupa diri kepada Tuhan pencipta kita. Semua harta benda ketika manusia meninggal tidak mungkin bisa dibawa atau dinikmati lagi.

Pekerjaan, bisnis dan usaha kita adalah salah satu sarana Tuhan untuk menyediakan berkatnya bagi kita. Namun kita sebagai manusia seringkali lupa diri dan tidak menyadari bahwa semua kekayaan yang kita peroleh melalui pekerjaan, bisnis dan usaha itu bukannya karena kemampuan kita. Tuhanlah yang memberikan kekuatan kepada kita untuk memperoleh semuanya itu.

Oleh sebab itu marilah kita sadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia akan tetap tinggal didunia ini. Semoga Blog post ini bermanfaat bagi anda semua.

Sukses Selalu dan tetap bersemangat !!!

Label:

Rabu, 16 September 2009

Siapa Penentu Hidup Kita ?



Banyak orang yang menghabiskan waktu hidupnya hanya untuk mengeluh. Ada ada saja yang dikeluhkan, seperti atasan di kantor yang menyebalkan, gaji yang tidak juga naik, dan segudang keluhan lainnya.

Sering malah keluhan itu berakhir dengan menyalahkan Tuhan yang memberikan nasib seperti itu, Seolah Tuhan sudah menggariskan hidup orang tersebut serba kurang beruntung dan membenarkan tindakannya bahwa mengeluh dan menyesali hidup sebagai sesuatu yang wajar.

Mari kita bertanya, sebenarnya siapa yang paling menentukan hidup kita? Tuhan atau diri kita sendiri. Kalo Menurut saya itu tergantung dari cara manusia melihat konsep hidup atas dirinya yang berbeda-beda.

Ada yang meyakini bahwa segalanya sudah tertulis atau sudah menjadi takdir. Biasanya kelompok ini cenderung suka kepada ramalan, percaya zodiak, kartu-kartu, Shio. Kalau ada bencana, mereka biasanya sering menyalahkan Tuhan.Setidaknya mereka mengatakan Tuhan sedang Murka. Orang dalam kelompok ini kalo sedang kecewa, umumnya mengeluh terus tapi tidak pernah berbuat apa-apa. Saya harap jangan seperti ini loh konsep hidup anda.

Ada juga yang percaya bahwa nasib dan hidup ditentukan oleh diri mereka sendiri. Orang dalam kelompok ini umumnya sangat percaya diri dan bila menghadapi masalah jarang menyalahkan orang lain, karena baginya setiap ada masalah pasti ada solusi dan solusi itu muncul dari kekuatan dan kemampuan dirinya. Oke... sekarang saya mau tanya kepada anda, apakah anda berada di kelompok ini ?

Dan yang terakhir ada yang percaya bahwa hidup mereka ditentukan oleh dua komponen yaitu Tuhan dan diri sendiri.

Benar Tuhan memang sudah menentukan hidup kita, manusia diberi wewenang penuh untuk melakukan apapun atas hidupnya. Tuhan tidak campur tangan menentukan nasib kita, tapi kita bisa undang Tuhan untuk menentukan nasib kita melalui doa-doa kita. Lewat doa, Tuhan bisa mengubah hidup kita.

Dalam persoalan hidup ini, sebenarnya Tuhan selalu memberi peluang kepada manusia untuk menentukan hidupnya sendiri, mau baik atau sebaliknya. Sekali lagi manusiapunya kuasa untuk menentukan dirinya sendiri, tentunya dengan kadar yang berbeda-beda.

Seseorang akan berhasil atau tidak dalam mengarungi hidup ini tergantung dari orang tersebut, sebab dia punya kuasa untuk itu. Jadi siapapun berhak untuk mengatakan, "Saya akan berhasil karena saya berkuasa atas diri saya sendiri".

Peluang untuk berhasil yang ditentukan oleh orang yang menyakini prinsip seperti itu memang besar dan peluang untuk mendapat keberhasilan menjadi lebih besar lagi jika orang tersebut mengundang Tuhan yang sudah lebih dulu berdaulat atas alam semesta dan yang telah menciptakan manusia.

Wah...gimana dengan anda, Siapa penentu hidup anda agar hidup anda berhasil dan layak?
Mari kita coba intropeksi diri kita dan memperbaiki pola hidup kita untuk menuju hidup yang lebih baik lagi. Wow... jadi serius nih...hehehe...

Semoga Blog post ini dapat menjadi sebuah "RENUNGAN" untuk anda semua

Salam sukses selalu.

Label: